RSS

Category Archives: Eksplorasi

Reklamasi Tambang

PENUTUPAN TAMBANG

 

     Pada dasarnya, selain pertambangan batubara memberikan manfaat ekonomi langsung, tidak dipungkiri pertambangan juga berpotensi menyebabkan gangguan lingkungan, termasuk fungsi lahan dan hutan. Tekanan yang besar terhadap isu lingkungan diakibatkan oleh perilaku beberapa pelaku usaha pertambangan, memang harus dikoreksi. Juga kadang, ketidaktahuan masyarakat terhadap industri pertambangan secara makro. Ketidaktahuan, kadang memunculkan presepsi keliru terhadap industri pertambangan secara keseluruhan. Padahal, salah satu tujuan kegiatan pertambangan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jadi bagi pelaku usaha pertambangan, segala yang menyebabkan ketidaktahuan masyarakat, termasuk isu keruskan lingkungan, harus di luruskan.
Industri pertambangan batubara, termasuk PT. Berau Coal, memiliki keterkaitan yang erat dengan upaya global melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Komitmen utuk melakukan pembangunan berkelanjutan, sangatlah penting bagi perusahaan untuk mendapatkan dan mempertahankan “izin sosial operasi” dalam masyarakat.
Masa depan industri pertambangan tergantung dari warisan yang ditinggalkannya. Reputasi perusahaan, tidak saja dinilai pada saat memberikan manfaat selama operasi tambang. Namun, juga tidak dilepaskan dari beberapa jauh tanggung jawab perusahaan terhadap proses penutupan tambang.
Di masa sekarang, kalangan industri pertambangan telah menyadari bahwa untuk mendapatkan akses ke sumber daya di masa depan, mereka harus menunjukkan mampu menutup tambang (mine closure) secara efektif dan mendapatkan dukungan dari pemangku kepentingan (stakeholder), khususnya masyarakat tempat tambang beroperasi. Ekspektasi dari regulasi dan pemangku kepentingan semakin tinggi, sehingga untuk dapat mencapai hasil maksimal, diperlukan metode yang benar serta diparalel dengan konsultasi dengan pemangku kepentingan secara rutin.
Pentupan tambang yang buruk atau bahkan ditelantarkan akan menyebabkan masalah warisan yang sulit bagi pemerinyah, masyarakat, perusahaan dan pada akhirnya akan merusak citra industri pertambangan secara keseluruhan.
BAGAIMANA DENGAN BERAU COAL
Metode Penambangan
Setiap langkah korporasi, termasuk konsep pentupan tambang PT. Berau Coal, tidak lepas dari motto perusahaan To Be Useful to Mankind in Enhancing their Quality of Life. Dengan dasar ini, penerangan pengelolaan pasca tambang selalu mencangkup program yang menjamin adanya keberlanjutan ekonomi, sosial dan perlindungan lingkungan. Program penutupan tambang, justru sudah dimulai sejak tahap operasi tambang dilakukan sampai menjelang areal tersebut siap untuk dikembalikan ke pemerintah bila telah memenuhi kriteria keberhasilan pasca tambang.
Sebelum membicarakan pentupan tambang Berau Coal, terlebih dahulu kita mesti mengerti, bagaimana Berau Coal menambang batubara ?

PT. Berau Coal dan kebanyakan pertambangan batubara di Indonesia, dilakukan dengan metode tambang terbuka (open pit/surface mining). Selain ada metode lain, metode tambang bawah tanah (under ground mining). Kriteria utama yang digunakan sebagai acuan dalam pemilihan metode pertambangan, besarnya nilai perbandingan tanah penutup (waste) yang harus digali dengan volume atau tonage batubara yang dapat ditambang. Perbandingan ini dikenal dengan istilah stripping ratio atau waste/coal ratio. Selama perbandingan ini masih memberikan margin keuntungan yang dapat diterima, tambang terbuka masih dianggap ekonomis. Selain alasan teknik lainnya, seperti sebagian besar cadangan batubara di Indonesia terdapat pada dataran rendah atau pegunungan dengan topografi yang landai, lapisan penutup yang tidak terlalu tebal serta kemiringan yang relatif kecil (< 30 derajat). Sebelum kegiatan penambang dimulai, pemahaman terhadap desain dan perancangan tambang harus cermat, terutama menyangkut tata letak dan perencanaan bukan tambang operational (pit slope design), penentuan target produksi awal dan pekerjaan development, jadwal produksi batubara serta stripping overburden, rencana penggalian dan penempatan waste. pada dasarnya, kegiatan penambangan dimulai dengan pembukaan lahan (land clearing), pengupasan dan penyelamatan tanah (soil removal) dan pemindahan penutup batubara (overburden removal) dan penambangan batubara.

TEKNIK REKLAMASI 

Dengan metode tambang terbuka (open pit) yang dilakukan PT. Berau Coal sampai sekarang, lahan bekas penambangan yang sudah selesai di tambang segera dilakukan reklamasi dan revegetasi. Reklamasi merupakan kegiatan untuk merehabilitasi kembali lingkungan yang telah rusak baik itu akibat penambangan atau kegiatan yang lainnya. Rehabilitasi ini dilakukan dengan cara penanaman kembali atau penghijauan suatu kawasan yang rusak akibat kegiatan penambangan tersebut. Pelaksanaan reklamasi dan revegetasi , dapat dilakukan pula secara bersamaan sejauh dengan kemajuan aktifitas penambangan. Untuk bekas tambang yang tidak dapat ditutup kembali, pemanfaatan dapat dilakukan dengan berbagai cara serta tetap memperhatikan aspek lingkungan, seperti untuk pemanfaatan sebagai kolam cadangan air, pengembangan ke sektor wisata air, pembudidayaan ikan.
Kegiatan pengelolaan pengupasan tanah dan penimbunan tanah, tidak dapat dilepaskan dari proses bagaimana tanah yang diangkut dibawa ke lokasi penimbunan tanah (soil stockpile).

Penyelamatan Soil

Kadang tanah hasil pengupasan segera digunakan sebagai pelapis tanah yang telah ditentukan elevasi dan kemiringannya. Selanjutnya, dilakukan proses perapian dan pembuatan drainase serta jalan untuk memudahkan penanaman dan pemeliharaan tanaman reklamasi. Untuk mengurangi proses terjadinya erosi dan untuk meningkatkan kesuburan tanah di daerah penimbunan dan reklamasi permanen, lapisan tanah penutup ini diperlukan penanaman dengan menggunakan tanaman penutup tanah (cover crops) jenis polongan.
Untuk keperluan tanaman reklamasi, pembibitan menjadi bagian yang sangat penting. Fasilitas pembibitan untuk memproduksi semai atau bibit yang diperluan untuk revegetasi, diperlukan beberapa jenis tanaman yang menjadi pilihan antara lain sengon, kaliandra, johar, trembesi, ketapang, angsana, mahoni, meranti, gaharu,  sungkei, sawit, dan kakao.

REVEGETASI LAHAN BEKAS TAMBANG

Untuk penanaman tanaman penutup tanah (cover crops), Berau Coal memilih campuran jenis tanaman polongan seperti Centrasema pubescens, Colopogonium mucoides, mucuna. Jumlah 200 kg per hektar. Sistim yang dipilih, adalah jalur atau spot pada daerah yang direvegetasi.

Penanaman Cover Crops Sistem Spot
Penanaman LCC Sistem Paritan Pada Slop

 

Penanaman LCC Sistem Paritan
Kombinasi LCC ( CM, CP, Mucuna)

Selanjutnya, penanaman tanaman pioner atau tanaman yang cepat tumbuh dilakukan bersamaan dengan penanaman cover crops. Jarak yang dipilih 4m X 4m dan 5m X 5m.

Penanaman Pionir dan LCC
Pemasangan Plang Revegetasi
Tanaman Pioner (Sengon Laut) untuk Revegetasi
Perawatan Tanaman Sistem Jalur

Untuk pilihan tanaman sisipan yang umurnya lebih lama, dilakukan setelah daerah reklamasi berumur sekitar 2-3 tahun. Proses waktu lebih untuk mendapatkan agar kondisi tajuknya mencukup, sehingga iklim mikro mendukung tanaman jenis sisipan. Jarak lebih disesuaikan dengan jenis tanamannya, namun biasanya 5m x 5m dan 10m X 10m.
Penyebaran tanaman penutup tanah dengan bantuan hydroseeding juga telah diperaktekkan di Berau Coal. Luasan yang diuji sebesar 40 ha, dan difokuskan pada area reklamasi yang cukup curam yang tidak dapat dikerjakan secara manual. Dalam kurun waktu 2 minggu, biji tanaman penutup tanah (cover crops) sudah terlihat tumbuh.
Untuk mengevaluasi tingkat keberhasilan pertumbuhan tanaman pada lahan bekas tambang, dapat ditentukan dari presentasi daya tumbuhnya, presentasi penutupan tajuknya, pertumbuhannya, perkembangan akarnya, penambahan spesies pada lahan tersebut, peningkatan humus, pengurangan erosi dan fungsi sebagai filter alam. Dengan cara ini, dapat diketahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam merestorasi lahan bekas.
Terakhir untuk mendapatkan keberhasilan revegetasi, dilakukan dengan pemeliharaan rutin meliputi pemupukan berkala, penyaringan, pendangiran, pemangkasan dan penyulaman.

Tanaman Sisipan (Jenis buah-buahan)
Perawatan Tanaman Sisipan
PENUTUP

Pada pasca tambang, kegiatan utama dalam merehabilitasi lahan bertujuan untuk mengupayakan agar ekosistem berfungsi lebih optimal. Penaatan lahan bekas tambang disesuaikan dengan penetapan tataruang wilayah bekas tambang. Sehingga, lahan bekas tambang dapat difungsikan menjadi kawasan lindung ataupun budidaya.
Berau Coal, dalam melakukan perencanaan penutupan tambang selalu memadukan aspek lingkungan, ekonomi dan sosial dari semua tahapan operasional tambang. Dengan perencanaan penutupan tambang yang baik ternyata terbukti keberhasilannya di Berau Coal. Daerah terganggu menjadi berkurang, Potensi erosi tanah dapat dikurangi, meningkatkan kualitas air, meminimalkan resiko potensi air asam tambang dan tentunya keberhasilan revegetasi di daerah reklamasi yang dapat dukungan kehidupan satwa yang ada di sekitarnya. (Disarikan serta diedit dari : Artikel Reklamasi Lahan Bekas Tambang Batubara PT. Berau Coal).

 

sumber : http://wwwenvdept-environmental.blogspot.com/p/reklamasi-revegetasi_11.html

 

Tags: , , , , ,

Menghitung Cadangan Hipotek , Stripping Ratio, PIT

 

Sering dalam kegiatan survey lapangan kita ditanya atau diminta untuk membuat perkiraan Jumlah cadangan, Striping Ratio, Kedalaman Pit dan Lebar Pit. Bagaimana cara menentukannya dengan menggunakan perhitungan hipotetik?

Contoh dari hasil survey lapangan pada sebuah KP batubara kita mendapatkan data berikut: Ditemukan satu lapisan batubara dengan kemiringan lapisan batubara 40 derajat dan ketebalan 5 meter. Nah kita diminta menghitung jumlah cadangan, SR, Kedalaman dan Lebar PIT. Mau tahu kan ….?, ini rahasianya.

Kita punya data: Tebal batubara, Dip batubara, Overall Slope Highwall bisa diperkirakan, Cropline batubara bisa diperhitungkan dan morfologi dianggap datar.

Caranya dapat diselesaikan hanya dengan menggunakan perhitungan trigonometri. Dalam perhitungan ini kita menggunakan cara perhitungan sumber daya hipotetik sebagai – berikut.

Keterangan:

T = Tebal batubara,

Θ = Dip batubara,

Ø = Overall slope,

H = Kedalaman tambang,

X1 = Bukaan tambang 1,

X2 = Bukaan tambang 2.

Sekarang kita coba menghitung lapisan batubara yang ditemukan tadi.

A. Lebar Tambang dan Kedalaman Tambang

Dapat dihitung dengan rumus berikut:

Lebar Tambang = X1 + X2

Kedalaman tambang = X1.Tan Θ

dimana:

SR    :  Stripping Ratio (Nisbah Pengupasan)

BJ     :  Berat Jenis/Densitas Batubara

t        :  Tebal Batubara

Φ       :  Overal Slope

ϴ :  Dip

h       :  Kedalaman Pit

B. Striping Ratio

Striping Ratio yaitu nilai perbandingan antara Overburden yang di buang untuk mendapatkan per ton Batubara.

SR = OB : Coal

Berdasarkan gambar tadi, jelas rasanya striping ratio dapat dengan mudah untuk dihitung. Bayangkan gambar tadi suatu section tambang, maka kita dapat menghitung jumlah OB dan Coal nya.

Jumlah Overburden = ½ x Lebar Bukaan x Kedalaman Pit.

Jumlah Coal = Tebal coal x RD x (H / Sin Θ)

Striping Ratio ; Jumlah Overburden : Jumlah Coal

Jumlah Sumber Daya Batubara

Untuk menghitung Jumlah Sumber Daya batubara dengan perkiraan SR tertentu, maka kita harus menganggap lapisan batubara ini menerus dengan ketebalan yang relative sama. Adapun rumus yang digunakan:

Sumber Daya Batubara = Tebal coal x RD x (H / Sin Θ) x Panjang Cropline

Suber : http://www.primaminingservices.com

 
 

Tags: , , , , ,

Air Tanah

Air tanah
Apa dan Bagaimana Mencarinya?

Pertanyaan diatas seringkali muncul ketika sumber air yang kita gunakan selama ini seperti air sungai, danau atau air hujan tidak bisa kita dapatkan. Satu hal yang pasti ini adalah salahsatu jenis air juga.
Hanya dikarenakan jenis air ini tidak terlihat secara langsung, banyak kesalahfahaman dalam masalah ini. Banyak orang secara umum menganggap airtanah itu sebagai suatu danau atau sungai yang mengalir di bawah tanah. Padahal, hanya dalam kasus dimana suatu daerah yang memiliki gua dibawah tanahlah kondisi ini adalah benar. Secara umum airtanah akan mengalir sangat perlahan melalui suatu celah yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan
Gambar 1. Model aliran air tanah melewati rekahan dan butir batuan
Batuan yang mampu menyimpan dan mengalirkan airtanah ini kita sebut dengan akifer. Bagaimana interaksi kita dalam penggunaan airtanah? Yang alami adalah dengan mengambil airtanah yang muncul di permukaan sebagai mataair atau secara buatan. Untuk pengambilan airtanah secara buatan, mungkin analogi yang baik adalah apabila kita memegang suatu gelas yang berisi air dan es. Apabila kita masukkan sedotan, maka akan terlihat bahwa air yang berada di dalam sedotan akan sama dengan tinggi air di gelas. Ketika kita menghisap air dalam gelas tersebut terus menerus pada akhirnya kita akan menghisap udara, apabila kita masih ingin menghisap air yang tersimpan diantara es maka kita harus menghisapnya lebih keras atau mengubah posisi sedotan. Nah konsep ini hampirlah sama dengan teknis pengambilan airtanah dalam lapisan akifer (dalam hal ini diwakili oleh es batu) dengan menggunakan pompa (diwakili oleh sedotan)
Hal yang menarik, jika kita tutup permukaan sedotan maka akan terlihat bahwa muka air di dalam sedotan akan berbeda dengan muka air didalam gelas. Perbedaan ini akan mengakibatkan pergerakan air. Sama dengan analog ini, airtanahpun akan bergerak dari tekanan tinggi menuju ke tekanan rendah. Perbedaan tekanan ini secara umum diakibatkan oleh gaya gravitasi (perbedaan ketinggian antara daerah pegunungan dengan permukaan laut), adanya lapisan penutup yang impermeabel diatas lapisan akifer, gaya lainnya yang diakibatkan oleh pola struktur batuan atau fenomena lainnya yang ada di bawah permukaan tanah. Pergerakan ini secara umum disebut gradien aliran airtanah (potentiometrik). Secara alamiah pola gradien ini dapat ditentukan dengan menarik kesamaan muka airtanah yang berada dalam satu sistem aliran airtanah yang sama.
Mengapa pergerakan atau aliran airtanah ini menjadi penting? Karena disinilah kunci dari penentuan suatu daerah kaya dengan airtanah atau tidak. Perlu dicatat: tidak seluruh daerah memiliki potensi air tanah alami yang baik.
Model aliran air tanah itu sendiri akan dimulai pada daerah resapan airtanah atau sering juga disebut sebagai daerah imbuhan air tanah (recharge zone). Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada di permukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses penyusupan (infiltrasi) secara gravitasi melalui lubang pori tanah/batuan atau celah/rekahan pada tanah/batuan.
Gambar 2. Model siklus hidrologi
Proses penyusupan ini akan berakumulasi pada satu titik dimana air tersebut menemui suatu lapisan atau struktur batuan yang bersifat kedap air (impermeabel). Titik akumulasi ini akan membentuk suatu zona jenuh air (saturated zone) yang seringkali disebut sebagai daerah luahan air tanah (discharge zone. Perbedaan kondisi fisik secara alami akan mengakibatkan air dalam zonasi ini akan bergerak/mengalir baik secara gravitasi, perbedaan tekanan, kontrol struktur batuan dan parameter lainnya. Kondisi inilah yang disebut sebagai aliran air tanah. Daerah aliran airtanah ini selanjutnya disebut sebagai daerah aliran (flow zone).
Dalam perjalananya aliran air tanah ini seringkali melewati suatu lapisan akifer yang di atasnya memiliki lapisan penutup yang bersifat kedap air (impermeabel) hal ini mengakibatkan perubahan tekanan antara air tanah yang berada di bawah lapisan penutup dan airtanah yang berada diatasnya. Perubahan tekanan inilah yang didefinisikan sebagai air tanah tertekan (confined aquifer) dan air tanah bebas (unconfined aquifer). Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah bebas sering kita lihat dalam penggunaan sumur gali oleh penduduk, sedangkan air tanah tertekan dalam sumur bor yang sebelumnya telah menembus lapisan penutupnya.
Airtanah bebas (water table) memiliki karakter berfluktuasi terhadap iklim sekitar, mudah tercemar dan cenderung memiliki kesamaan karakter kimia dengan air hujan. Kemudahannya untuk didapatkan membuat kecenderungan disebut sebagai airtanah dangkal (dangkal atau dalam itu sangat relatif ).
Air tanah tertekan/airtanah terhalang inilah yang seringkali disebut sebagai air sumur artesis (artesian well). Pola pergerakannya yang menghasilkan gradient potensial, mengakibatkan adanya istilah artesis positif; kejadian dimana potensial air tanah ini berada diatas permukaan tanah sehingga air tanah akan mengalir vertikal secara alami menuju kesetimbangan garis potensial khayal ini. Artesis nol; kejadian dimana garis potensial khayal ini sama dengan permukaan tanah sehingga muka air tanah akan sama dengan muka tanah. Terakhir artesis negatif; kejadian dimana garis potensial khayal ini dibawah permukaan tanah sehingga muka air tanah akan berada di bawah permukaan tanah..
Jadi, kalau tukang sumur bilang bahwa dia akan membuat sumur artesis, itu artinya dia akan mencari air tanah tertekan/air tanah terhalang ini.. belum tentu airnya akan muncrat dari tanah;
Gambar 3. Air Artesis
Lalu air tanah mana yang akan dicari?
Itulah yang pertama kali harus kita tentukan. Tiap jenis air tanah memerlukan metode pencarian yang spesifik. Tapi secara umum bisa kita bagi menjadi:
Metode berdasarkan aspek fisika (Hidrogeofisika): Penekanannya pada aspek fisik yaitu merekonstruksi pola sebaran lapisan akuifer. Beberapa metode yang sudah umum kita dengar dalam metode ini adalah pengukuran geolistrik yang meliputi pengukuran tahanan jenis, induce polarisation (IP) dan lain-lain. Pengukuran lainnya adalah dengan menggunakan sesimik, gaya berat dan banyak lagi.
Metode berdasarkan aspek kimia (Hidrogeokimia): Penekanannya pada aspek kimia yaitu mencoba merunut pola pergerakan air tanah. Secara teori ketika air melewati suatu media, maka air ini akan melarutkan komponen yang dilewatinya. Sebagai contoh air yang telah lama mengalir di bawah permukaan tanah akan memiliki kandungan mineral yang berasal dari batuan yang dilewatinya secara melimpah.

Metode manakah yang terbaik?
Kombinasi dari kedua metode ini akan saling melengkapi dan akan memudahkan kita untuk mengetahui lebih lengkap mengenai informasi keberadaan air tanah di daerah kita.
 

Tags: , , , , ,